Ahimsa: apa itu perdamaian integral?

Ahimsa: apa itu perdamaian integral?

Ahimsa berarti “tanpa kekerasan”. Selama ribuan tahun, konsep ini telah mengilhami banyak kultus oriental termasuk agama Hindu. Hari ini di masyarakat barat kita, non-kekerasan adalah langkah pertama di jalan menuju tren yoga.

Apa itu Ahimsa?

Gagasan yang damai

Istilah "Ahimsa" secara harfiah berarti "tanpa kekerasan" dalam bahasa Sansekerta. Bahasa Indo-Eropa ini pernah digunakan di anak benua India. Itu tetap digunakan dalam teks-teks agama Hindu dan Buddha sebagai bahasa liturgi. Lebih tepatnya, "himsa" diterjemahkan menjadi "tindakan untuk menyebabkan kerusakan" dan "a" adalah awalan pribadi. Ahimsa adalah konsep damai yang mendorong untuk tidak menyakiti orang lain atau makhluk hidup apa pun.

Konsep religius dan oriental

Ahimsa merupakan sebuah konsep yang menginspirasi beberapa aliran keagamaan oriental. Ini adalah pertama-tama kasus Hinduisme yang merupakan salah satu agama politeistik tertua di dunia (teks-teks pendiri telah ditulis antara 1500 dan 600 SM). Anak benua India saat ini tetap menjadi pusat populasi utama dan tetap menjadi agama ketiga yang paling banyak dipraktikkan di dunia. Dalam agama Hindu, non-kekerasan dipersonifikasikan oleh Dewi Ahimsa, istri Dewa Dharma dan ibu Dewa Wisnu. Non-kekerasan adalah yang pertama dari lima perintah yang harus dipatuhi oleh yogi (petapa Hindu yang berlatih yoga). Banyak upanishad (teks agama Hindu) berbicara tentang non-kekerasan. Selain itu, Ahimsa juga dijelaskan dalam teks pendirian tradisi Hindu: Hukum Manu, tetapi juga dalam catatan mitologi Hindu (seperti epos Mahabharata dan Râmâyana).

Ahimsa juga merupakan gagasan sentral Jainisme. Agama ini lahir di India sekitar abad XNUMX SM. J.-Cet memisahkan diri dari Hinduisme karena tidak mengakui tuhan di luar kesadaran manusia.

Ahimsa juga menginspirasi agama Buddha. Agama agnostik ini (yang tidak didasarkan pada keberadaan dewa) berasal dari India pada abad XNUMX SM. AD Didirikan oleh Siddhartha Gautama yang dikenal sebagai "Buddha", pemimpin spiritual dari komunitas biksu pengembara yang akan melahirkan agama Buddha. Agama ini sampai saat ini adalah agama keempat yang paling banyak dianut di dunia. Ahimsa tidak muncul dalam teks-teks Buddhis kuno, tetapi non-kekerasan selalu tersirat di sana.

Ahimsa juga merupakan jantung dari sikhisme (Agama monoteistik India yang muncul pada 15st abad): itu didefinisikan oleh Kabir, seorang penyair India yang bijaksana yang masih dihormati sampai hari ini oleh beberapa orang Hindu dan Muslim. Akhirnya, non-kekerasan adalah konsep tasawuf (sebuah arus esoteris dan mistik Islam).

Ahimsa: apa itu non-kekerasan?

Jangan sakiti

Bagi para praktisi Hindu (dan khususnya para yogi), non-kekerasan terdiri dari tidak melukai secara moral atau fisik makhluk hidup. Ini berarti menghindari kekerasan dengan perbuatan, kata-kata, tetapi juga dengan pikiran jahat.

Pertahankan pengendalian diri

Untuk Jain, non-kekerasan bermuara pada gagasan penguasaan diri : Yang kontrol diri memungkinkan manusia untuk menghilangkan "karma" (yang didefinisikan sebagai debu yang akan mencemari jiwa orang percaya) dan untuk mencapai kebangkitan spiritualnya (disebut "moksha"). Ahimsa melibatkan penghindaran 4 jenis kekerasan: kekerasan yang tidak disengaja atau tidak disengaja, kekerasan defensif (yang dapat dibenarkan), kekerasan dalam menjalankan tugas atau aktivitas seseorang, kekerasan yang disengaja (yang lebih buruk).

Jangan bunuh

Umat ​​Buddha mendefinisikan nirkekerasan sebagai tidak membunuh makhluk hidup. Mereka mengutuk aborsi dan bunuh diri. Namun, beberapa teks mentolerir perang sebagai tindakan defensif. Buddhisme Mahayana melangkah lebih jauh dengan mengutuk niat membunuh.

Dalam nada yang sama, Jainisme juga mengajak Anda untuk menghindari penggunaan lampu atau lilin untuk penerangan karena berisiko menarik dan membakar serangga. Menurut agama ini, hari orang percaya harus dibatasi pada waktu matahari terbenam dan matahari terbit.

Berjuang dengan damai

Di Barat, non-kekerasan adalah sebuah konsep yang telah menyebar dari perjuangan pasifis (yang tidak menggunakan jalan lain untuk kekerasan) terhadap diskriminasi oleh tokoh-tokoh politik seperti Mahatma Ghandi (1869-1948) atau Martin Luther King (1929-1968). Ahimsa masih tersebar di seluruh dunia saat ini melalui praktik yoga atau gaya hidup vegan (makan tanpa kekerasan).

Ahimsa dan makan “tanpa kekerasan”

makanan yogi

Dalam agama Hindu, veganisme tidak wajib tetapi tetap tidak terpisahkan dari ketaatan yang baik dari Ahimsa. Clémentine Erpicum, guru dan bersemangat tentang yoga, menjelaskan dalam bukunya Makanan Yogi, apa diet para yogi: ” Makan yoga berarti makan dalam logika non-kekerasan: menyukai diet yang memiliki efek menguntungkan pada kesehatan tetapi yang melestarikan lingkungan dan makhluk hidup lainnya sebanyak mungkin. Inilah sebabnya mengapa banyak yogi – termasuk saya sendiri – memilih veganisme, ”jelasnya.

Namun, dia memenuhi syarat untuk pernyataannya dengan menjelaskan bahwa setiap orang harus bertindak sesuai dengan keyakinan mendalam mereka: “yoga tidak memaksakan apa pun. Ini adalah filosofi sehari-hari, yang terdiri dari menyelaraskan nilai-nilai dan tindakannya. Terserah setiap orang untuk bertanggung jawab, untuk mengamati diri mereka sendiri (apakah makanan ini bermanfaat bagi saya, dalam jangka pendek dan panjang?), Untuk mengamati lingkungan mereka (apakah makanan ini membahayakan kesehatan planet ini, makhluk hidup lainnya?)… ”.

Vegetalisme dan puasa, praktik tanpa kekerasan

Menurut Jainisme, Ahimsa mendorong veganisme: itu menyiratkan tidak mengkonsumsi produk hewani. Tetapi non-kekerasan juga mendorong untuk menghindari konsumsi akar yang dapat membunuh tanaman. Akhirnya, beberapa Jain mempraktekkan kematian dengan damai (yaitu dengan berhenti makan atau berpuasa) dalam kasus usia lanjut atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

Agama lain juga menganjurkan makan tanpa kekerasan melalui veganisme atau vegetarianisme. Ajaran Buddha menoleransi konsumsi hewan yang tidak sengaja dibunuh. Praktisi Sikh menentang konsumsi daging dan telur.

Ahimsa dalam latihan yoga

Ahimsa adalah salah satu dari lima pilar sosial (atau Yamas) yang menjadi sandaran latihan yoga dan lebih tepatnya raja yoga (juga disebut yoga ashtanga). Selain non-kekerasan, prinsip-prinsip ini adalah:

  • kebenaran (satya) atau menjadi otentik;
  • fakta tidak mencuri (asteya);
  • berpantang atau menjauhi apa pun yang dapat mengalihkan perhatian saya (brahmacarya);
  • tidak memiliki atau tidak serakah;
  • dan tidak mengambil apa yang tidak saya butuhkan (aparigraha).

Ahimsa juga merupakan gagasan yang mengilhami Halta Yoga yang merupakan disiplin yang terdiri dari urutan postur halus (Asanas) yang harus dipertahankan, termasuk pengendalian napas (Pranayama) dan keadaan perhatian (ditemukan dalam meditasi).

Tinggalkan Balasan