Psikologi

Jeritan anak-anak dapat membuat orang dewasa yang paling tenang menjadi gila. Namun, reaksi orang tualah yang sering menyebabkan ledakan kemarahan ini. Bagaimana berperilaku jika seorang anak mengamuk?

Ketika seorang anak «mengencangkan volume» di rumah, orang tua cenderung mengirim anak itu ke tempat terpencil untuk menenangkan diri.

Namun, beginilah cara orang dewasa menyampaikan pesan non-verbal:

  • “Tidak ada yang peduli mengapa kamu menangis. Kami tidak peduli dengan masalah Anda dan kami tidak akan membantu Anda mengatasinya.»
  • “Marah itu buruk. Anda adalah orang jahat jika Anda marah dan berperilaku berbeda dari apa yang diharapkan orang lain.”
  • “Kemarahanmu membuat kami takut. Kami tidak tahu bagaimana membantu Anda mengatasi perasaan Anda.”
  • "Ketika Anda merasa marah, cara terbaik untuk menghadapinya adalah dengan berpura-pura bahwa itu tidak ada."

Kami dibesarkan dengan cara yang sama, dan kami tidak tahu bagaimana mengelola kemarahan - kami tidak diajarkan ini di masa kanak-kanak, dan sekarang kami meneriaki anak-anak, membuat ulah pasangan kami, atau hanya memakan kemarahan kami dengan cokelat dan kue. atau minum alkohol.

Manajemen kemarahan

Mari bantu anak-anak mengambil tanggung jawab dan mengelola kemarahan mereka. Untuk melakukan ini, Anda perlu mengajari mereka untuk menerima kemarahan mereka dan tidak menumpahkannya pada orang lain. Ketika kita menerima perasaan ini, kita menemukan kebencian, ketakutan, dan kesedihan di baliknya. Jika Anda membiarkan diri Anda mengalaminya, maka kemarahan itu akan hilang, karena itu hanya sarana pertahanan reaktif.

Jika seorang anak belajar menanggung kesulitan hidup sehari-hari tanpa kemarahan reaktif, di masa dewasa ia akan lebih efektif dalam bernegosiasi dan mencapai tujuan. Mereka yang tahu bagaimana mengelola emosinya disebut melek emosional.

Keaksaraan emosional seorang anak terbentuk ketika kita mengajarinya bahwa semua perasaan yang dia alami adalah normal, tetapi perilakunya sudah menjadi pilihan.

Anak itu marah. Apa yang harus dilakukan?

Bagaimana cara Anda mengajari anak Anda untuk mengekspresikan emosi dengan benar? Alih-alih menghukumnya saat dia marah dan nakal, ubahlah perilaku Anda.

1. Cobalah untuk mencegah respons fight-or-flight

Ambil dua napas dalam-dalam dan ingatkan diri Anda bahwa tidak ada hal buruk yang terjadi. Jika anak melihat Anda bereaksi dengan tenang, secara bertahap ia akan belajar mengatasi kemarahan tanpa memicu respons stres.

2. Dengarkan anak. Pahami apa yang membuatnya kesal

Semua orang khawatir bahwa mereka tidak didengar. Dan anak-anak tidak terkecuali. Jika anak merasa bahwa mereka mencoba memahaminya, dia akan tenang.

3. Cobalah untuk melihat situasi melalui mata seorang anak.

Jika anak merasa bahwa Anda mendukung dan memahaminya, ia lebih cenderung “menggali” alasan kemarahan dalam dirinya. Anda tidak perlu setuju atau tidak setuju. Tunjukkan pada anak Anda bahwa Anda peduli dengan perasaannya: “Sayangku, aku minta maaf karena kamu pikir aku tidak mengerti kamu. Kamu pasti merasa sangat kesepian.”

4. Jangan menganggap pribadi apa yang dia katakan dengan keras.

Sangat menyakitkan bagi orang tua untuk mendengar celaan, hinaan, dan pernyataan kategoris yang ditujukan kepada mereka. Paradoksnya, anak itu sama sekali tidak bermaksud apa yang dia teriakkan dalam kemarahan.

Anak perempuan itu tidak membutuhkan ibu baru, dan dia tidak membencimu. Dia tersinggung, ketakutan dan merasakan impotensinya sendiri. Dan dia meneriakkan kata-kata yang menyakitkan agar Anda mengerti betapa buruknya dia. Katakan padanya, “Kamu pasti sangat kesal jika mengatakan ini padaku. Ceritakan apa yang terjadi. Saya mendengarkan Anda dengan seksama.”

Ketika seorang gadis mengerti bahwa dia tidak harus meninggikan suaranya dan mengucapkan kalimat yang menyakitkan untuk didengar, dia akan belajar mengungkapkan perasaannya dengan cara yang lebih beradab.

5. Tetapkan Batas yang Tidak Harus Dilintasi

Hentikan manifestasi fisik dari kemarahan. Dengan tegas dan tenang beri tahu anak Anda bahwa menyakiti orang lain tidak dapat diterima: “Kamu sangat marah. Tapi Anda tidak bisa mengalahkan orang, tidak peduli seberapa marah dan kesalnya Anda. Anda bisa menghentakkan kaki untuk menunjukkan betapa marahnya Anda, tapi Anda tidak bisa melawan.”

6. Jangan mencoba melakukan percakapan yang mendidik dengan anak Anda

Apakah putra Anda mendapat nilai A dalam fisika dan sekarang dia berteriak bahwa dia akan putus sekolah dan meninggalkan rumah? Katakan bahwa Anda memahami perasaannya: “Kamu sangat kesal. Saya sangat menyesal Anda mengalami kesulitan di sekolah.”

7. Ingatkan diri Anda bahwa ledakan amarah adalah cara alami bagi seorang anak untuk mengeluarkan tenaga.

Anak-anak belum sepenuhnya membentuk koneksi saraf di korteks frontal, yang bertanggung jawab untuk mengendalikan emosi. Bahkan orang dewasa pun tidak selalu bisa mengelola amarah. Cara terbaik untuk membantu anak Anda mengembangkan koneksi saraf adalah dengan menunjukkan empati. Jika seorang anak merasa didukung, ia merasakan kepercayaan dan kedekatan dengan orang tuanya.

8. Ingatlah bahwa kemarahan adalah reaksi defensif.

Kemarahan muncul sebagai respons terhadap ancaman. Terkadang ancaman ini bersifat eksternal, tetapi paling sering ada di dalam diri seseorang. Suatu kali kita menekan dan mendorong rasa takut, kesedihan atau dendam, dan dari waktu ke waktu sesuatu terjadi yang membangkitkan perasaan sebelumnya. Dan kami mengaktifkan mode pertarungan untuk menekan perasaan itu lagi.

Ketika seorang anak kesal tentang sesuatu, mungkin masalahnya terletak pada ketakutan yang tak terucapkan dan air mata yang tak terbendung.

9. Bantu anak Anda mengatasi kemarahan

Jika anak mengungkapkan kemarahannya dan Anda memperlakukannya dengan kasih sayang dan pengertian, kemarahannya akan hilang. Dia hanya menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakan anak itu. Jika dia bisa menangis dan berbicara keras tentang ketakutan dan keluhannya, kemarahan tidak diperlukan.

10. Berusaha sedekat mungkin

Anak Anda membutuhkan seseorang yang mencintainya, bahkan ketika dia marah. Jika kemarahan adalah ancaman fisik bagi Anda, pindah ke jarak yang aman dan jelaskan kepada anak Anda, “Saya tidak ingin Anda menyakiti saya, jadi saya akan duduk di kursi. Tapi aku di sana dan aku bisa mendengarmu. Dan aku selalu siap untuk memelukmu.”

Jika putra Anda berteriak, "Pergi," katakan, "Kamu memintaku pergi, tapi aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian dengan perasaan yang begitu buruk. Aku akan pindah saja.”

11. Jaga keselamatan Anda

Biasanya anak tidak ingin menyakiti orang tuanya. Tetapi terkadang dengan cara ini mereka mencapai pengertian dan simpati. Ketika mereka melihat bahwa mereka mendengarkan dan menerima perasaan mereka, mereka berhenti memukul Anda dan mulai menangis.

Jika seorang anak memukul Anda, mundurlah. Jika dia terus menyerang, pegang pergelangan tangannya dan katakan, “Saya tidak ingin tinju ini datang ke arah saya. Saya melihat betapa marahnya Anda. Kau boleh memukul bantalmu, tapi kau tidak boleh menyakitiku.”

12. Jangan mencoba menganalisis perilaku anak

Terkadang anak-anak mengalami keluhan dan ketakutan yang tidak dapat mereka ungkapkan dengan kata-kata. Mereka menumpuk dan mencurahkan kemarahan. Terkadang seorang anak hanya perlu menangis.

13. Biarkan anak Anda tahu bahwa Anda memahami alasan kemarahannya.

Katakan, "Sayang, aku mengerti apa yang kamu inginkan... Maaf itu terjadi." Ini akan membantu mengurangi stres.

14. Setelah anak tenang, bicaralah padanya

Hindari nada yang meneguhkan. Bicara tentang perasaan: “Kamu sangat kesal”, “Kamu ingin, tapi…”, “Terima kasih telah berbagi perasaanmu denganku.”

15. Ceritakan kisah

Anak itu sudah tahu bahwa dia salah. Ceritakan kepadanya sebuah kisah: “Ketika kami marah, seperti kamu marah pada saudara perempuanmu, kami lupa betapa kami mencintai orang lain. Kami berpikir bahwa orang ini adalah musuh kami. Kebenaran? Masing-masing dari kita mengalami hal serupa. Terkadang saya bahkan ingin memukul seseorang. Tapi jika kamu melakukannya, kamu akan menyesalinya nanti…”

Literasi emosional adalah tanda orang yang beradab. Jika kita ingin mengajari anak-anak cara mengelola amarah, kita harus mulai dari diri kita sendiri.


Tentang Penulis: Laura Marham adalah seorang psikolog dan penulis Calm Parents, Happy Kids.

Tinggalkan Balasan